MENGENAL KHASANAH MUSIK JAWA – 5 MACAM TEMBANG JAWA
image: wikipedia.org |
Sebagai orang Indonesia, kita patut bangga akan keragaman budaya yang kita miliki. Dari Jawa, Sumatra, sampai Papua banyak sekali kebudayan-kebudayaan yang dapat kita temui. Belum lagi di pulau-pulau besar lainnya seperti: Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Bali, dll.
Salah satu peninggalan kebudayaan tradisional yang sangat berharga yaitu adalah karya berupa lirik atau syair yang dilagukan. Salah satu peniggalan kebudayaan tersebut ada di tanah Jawa yang dimana terdapat ‘tembang’.
Salah satu peninggalan kebudayaan tradisional yang sangat berharga yaitu adalah karya berupa lirik atau syair yang dilagukan. Salah satu peniggalan kebudayaan tersebut ada di tanah Jawa yang dimana terdapat ‘tembang’.
Kali ini penulis ingin berbagai informasi mengenai tembang. Sebelum kita mengenal lebih lanjut berbagai macam tembang, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu apa itu tembang.
Pengertian Tembang
Tembang yaitu karya sastra yang berwujud susunan atau rangkaian kata dengan tatanan serta aturan tertentu yang disertai cara membaca yang dilagukan dengan nada yang indah dari musik atau lagu tertentu.Macam-Macam Tembang Jawa
Berdasarkan pengamatan serta penelitian secara langsung yang telah dilakukan oleh para peneliti dan ahli di Jawa, pernah ada berbagai macam tembang yang masih bisa dilacak keberadaannya sampai saat ini.Maka dari itu, di sini penulis bermaksud untuk membagikannya kepada sobat pembaca setia ZAB untuk menambah wawasan musik sobat, khususnya mengenai warisan musik tradisional daerah Jawa.
Di bawah ini lima macam tembang yang pernah hidup dan berkembang di tanah Jawa.
a. Tembang Kawi / Kakawin
Kawi / kakawin adalah sebuah karya sastra pada masa Jawa Kuno yang berbentuk syair atau puisi. Karya sastra jenis ini dapat kita golongkan sebagai tembang dikarenakan ia memiliki pakem atau aturan-aturan tertentu, ditambah lagi cara membacanya dilagukan.
Sementara itu, beberapa aturan penyusunannya adalah sebagai berikut:
1. Setiap bait terdiri dari empat baris
2. Jumlah suku kata tiap barisnya adalah sama
3. Pola metrum tiap baris juga sama
4. Menggunakan bahasa Jawa Kuno
Sementara itu, beberapa aturan penyusunannya adalah sebagai berikut:
1. Setiap bait terdiri dari empat baris
2. Jumlah suku kata tiap barisnya adalah sama
3. Pola metrum tiap baris juga sama
4. Menggunakan bahasa Jawa Kuno
Nb: Metrum artinya pola bahasa pada puisi, atau dapat diartikan juga sebagai kesatuan irama yang ditentukan lewat tekanan dan jumlah kata pada setiap baris puisi.
Selain itu, adanya kombinasi aturan pada poin dua dan empat dapat menciptakan nama-nama tembang. Diantaranya sebagai berikut:
- Asambhada
- Basantatilaka
- Kuwalayakusuma
- Kumudasara
- Wirsabhagatiwilasita
- Sagaralango
Adapun tradisi pembacaan kakawin itu sendiri juga disertai lagu khusus. Sayangnya di Jawa sendiri sudah bisa dikatakan ‘punah’. Kabar baiknya, di Bali masih ada atau bahkan masih terus berlangsung sampai saat ini. Di Bali tradisi ini dinamakan makakawin.
Sebagai referensi tambahan, kakawin yang pernah ditemukan yaitu Kakawin Ramayana. Kakawin tersebut diperkirakan telah dibuat semenjak tahun 820-832 Saka, pada era pemerintahan Dyah Balitung.
Di Bali, tradisi kakawin masih dijaga keberlangsungannya sampai saat ini, walaupun cuma dalam wujud salinan yang dibuat dari lontar-lontar kuno. Adapun contoh karya sastra kakawin diantaranya: kakawin Bharatayudha karya Sedah dan Panuluh, kakawin Gathotkaca karya Panuluh, dan kakawin Nagarakertagama karya Prapanca.
b. Tembang Gedhe
Dahulu, pada era yang disebut sebagai era pembangunan dan pembuatan karya-karya baru terdapat kesusastraan besar di Surakarta yang dipelopori oleh Poerjabatjaraka. Di era tersebut, ada banyak sekali sastra Jawa Kuno yang telah digubah ulang dalam bahasa Jawa yang lebih modern.
Hasil dari gubahan tersebut mampu menciptakan berbagai macam bentuk karya sastra baru. Diantaranya yang akan kita bahas pada poin ini, yaitu sekar ageng atau yang lebih dikenal tembang gedhe.
Bentuk ini merupakan hasil proses pembentukan kata ulang (derivasi) dari karya satra kakawin, oleh karenanya tak heran bila masih ada aturan dari kakawin yang melekat pada bentuk sastra ini.
Hasil dari gubahan tersebut mampu menciptakan berbagai macam bentuk karya sastra baru. Diantaranya yang akan kita bahas pada poin ini, yaitu sekar ageng atau yang lebih dikenal tembang gedhe.
Bentuk ini merupakan hasil proses pembentukan kata ulang (derivasi) dari karya satra kakawin, oleh karenanya tak heran bila masih ada aturan dari kakawin yang melekat pada bentuk sastra ini.
Berikut aturan-aturan yang terdapat dalam penggubahan tembang gedhe:
1) setiap satu bait / sapadha terdiri dari empat pada pala (empat baris)
2) jumlah suku kata disetiap pada pala sama, yang dikenal sebagai lampah atau laku
3) setiap dua pada pala biasa disebut satu pada dirga
4) empat pada pala biasa disebut satu padeswara
Adapun tembang gedhe ini dibagi lagi menjadi empat macam berdasarkan jumlah suku kata tiap laku atau pada pala, yaitu sebagai berikut:
1) kurang dari sepuluh suku kata sampai sepuluh kata disebut dengan salisir
2) sebelas sampai dua puluh suku kata disebut dengan sisiran atau siliran
3) dua puluh satu sampai tiga puluh suku kata disebut dengan raketan,
4) tiga puluh suku kata atau lebih disebut dengan simparan atau ndhendha
Di bawah ini beberapa contoh tembang gedhe:
Candrakusuma
Kuswaraga
Kuswarini
Maduretna
Manggalagita
Merak nguwuh
Pamularsih
Sikarini
Berbeda dengan kakawin, tembang gedhe ini hingga kini masih acap kali dilagukan oleh para budayawan maupun musisi-musisi atau penggiat kesenian Jawa bersama dengan praktisi-praktisi karawitan.
c. Tembang Tengahan
Tembang ini adalah turunan dari sastra Jawa yang bernama Kidung. Bentuk sastra ini lahir sejak jaman Majapahit, lalu tradisi penulisannya diteruskan di Bali.
Adapun sastra kidung itu sendiri tidak termasuk dalam kategori tembang, mengingat tak dapat dilacak teknik pembacaan dan penggunaan lagunya. Dilain sisi, tembang tengahan masih bisa dikategorikan sebagai tembang, karena dapat didengarkan pelantunannya dan memiliki fungsi yang tak jauh berbeda dari tembang gedhe, khususnya dalam per-karawitan.
Beberapa aturan yang terdapat dalam penggubahan tembang tengahan yaitu:
1) jumlah baris (gatra) setiap bait (padha) sama
2) jumlah suku kata setiap baris (padha lingsa) atau setiap gatra disebut guru wilangan,
3) suara vokal setiap akhir gatra (baris) disebut dengan guru wilangan.
Beberapa contoh metrum tembang tengahan yaitu:
-Balabak
-Dudukwuluh
-Gambuh
-Juru demung
-Lontang
-Palugon
-Wirangrong
-Dudukwuluh
-Gambuh
-Juru demung
-Lontang
-Palugon
-Wirangrong
d. Tembang Dhagelan
Diketahui tembang dhagelan pernah berdiri sendiri dan dibedakan menjadi jenis tembang tersendiri. Namun demikian, berdasarkan perkembangannya tembang ini sudah tidak dianggap lagi sebagai jenis tembang tersendiri, melainkan hanya dikategorikan sebagai salah satu varian dari tembang tengahan.
Lebih dari itu, nampaknya sekarang ini tembang dhagelan semakin sulit atau bahkan sudah tak dapat lagi dibedakan dengan tembang tengahan. Tembang Balabak adalah salah satu contoh dari tembang dhagelan ini.
e. Tembang Macapat
Mungkin sebagian besar dari kita lebih mengenal tembang macapat ketimbang varian tembang lainnya di Jawa. Memang tak dapat dipungkiri, yang paling sering dibahas dan paling banyak dipertunjukan sampai sekarang ini adalah tembang macapat.
Tembang macapat sendiri lahir sejak awal jaman Surakarta. Kala itu, banyak karya sastra yang digubah ulang ke dalam bentuk tembang macapat. Hasil gubahan Yasadipura yang dinamai ‘Serat Rama’ adalah bukti nyata, dimana itu merupakan karya sastra besar dan terkenal pada jaman Surakarta yang sukses digubah menjadi tembang macapat.
Adapun aturan-aturan dalam penggubahan tembang macapat yaitu menilik pada pengertian dari tembang macapat itu sendiri, yaitu didasari dari guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Baca: Arti Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Wilangan Pada Tembang Macapat
Berbagai contoh jenis tembang macapat adalah sebagai berikut:
-Pangkur
-Maskumambang
-Sinom
-Asmarandana
-Dhandanggula
-Durma
-Mijil
-Kinanthi
-Gambuh
-Pocung
-Megatruh
Diketahui tembang dhagelan pernah berdiri sendiri dan dibedakan menjadi jenis tembang tersendiri. Namun demikian, berdasarkan perkembangannya tembang ini sudah tidak dianggap lagi sebagai jenis tembang tersendiri, melainkan hanya dikategorikan sebagai salah satu varian dari tembang tengahan.
Lebih dari itu, nampaknya sekarang ini tembang dhagelan semakin sulit atau bahkan sudah tak dapat lagi dibedakan dengan tembang tengahan. Tembang Balabak adalah salah satu contoh dari tembang dhagelan ini.
e. Tembang Macapat
Mungkin sebagian besar dari kita lebih mengenal tembang macapat ketimbang varian tembang lainnya di Jawa. Memang tak dapat dipungkiri, yang paling sering dibahas dan paling banyak dipertunjukan sampai sekarang ini adalah tembang macapat.
Tembang macapat sendiri lahir sejak awal jaman Surakarta. Kala itu, banyak karya sastra yang digubah ulang ke dalam bentuk tembang macapat. Hasil gubahan Yasadipura yang dinamai ‘Serat Rama’ adalah bukti nyata, dimana itu merupakan karya sastra besar dan terkenal pada jaman Surakarta yang sukses digubah menjadi tembang macapat.
Adapun aturan-aturan dalam penggubahan tembang macapat yaitu menilik pada pengertian dari tembang macapat itu sendiri, yaitu didasari dari guru gatra, guru lagu, dan guru wilangan.
Baca: Arti Guru Gatra, Guru Lagu, dan Guru Wilangan Pada Tembang Macapat
Berbagai contoh jenis tembang macapat adalah sebagai berikut:
-Pangkur
-Maskumambang
-Sinom
-Asmarandana
-Dhandanggula
-Durma
-Mijil
-Kinanthi
-Gambuh
-Pocung
-Megatruh
Penutup:
Di atas sudah penulis paparkan kelima jenis tembang Jawa. Dari kelima jenis tembang tersebut, kini di Jawa sendiri hanya tersisa tiga yang masih dikenal dan dimainkan, dipertunjukan, atau sekedar diperdengarkan.
Ketiga tembang tersebut yaitu: tembang macapat, tembang gedhe, dan tembang tengahan.
Maka dari itu, poin penting yang ingin penulis sampaikan kepada sobat semua. Marilah kita secara bersama-sama melestarikan warisan budaya luhur bangsa kita, khususnya tembang Jawa.
Jangan! sampai kelak anak cucu kita tak dapat lagi mengenal dan menikmati keindahan dari khasanah musik Jawa yang bernama ‘tembang’.
Semoga bermanfaat.
Baca juga: Asal-Usul Gamelan Jawa, Warisan Budaya Indonesia yang Mendunia
Jangan! sampai kelak anak cucu kita tak dapat lagi mengenal dan menikmati keindahan dari khasanah musik Jawa yang bernama ‘tembang’.
Semoga bermanfaat.
Baca juga: Asal-Usul Gamelan Jawa, Warisan Budaya Indonesia yang Mendunia
Posting Komentar untuk "MENGENAL KHASANAH MUSIK JAWA – 5 MACAM TEMBANG JAWA"